Pendidikan Kewarganegaraan #
Warga
Negara Indonesia yang memilih Golput pada pemilu tahun ini
Nama : Febriani Ega Puspitasari
NPM :
12212856
Kelas :
2 EA 24
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Gunadarma
2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur saya panjatkan panjatkan pada kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat-Nya, dan juga kesehatan sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Pendidikan Kewarganegaraan # dengan judul Warga Negara
Indonesia yang memilih Golput pada pemilu tahun ini. Makalah ini dapat saya
selesaikan berkat bantuan beberapa pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
Saya
berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Pendidikan
Kewarganegaraan #. Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, diperlukan saran dan kritik yang sifat nya membangun demi perbaikan
pembuatan makalah dikemudian hari. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca nya. Amin
Bekasi, Mei 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam setiap perhelatan akbar Pemilihan
Umum (Pemilu) di dunia manapun selalu saja akan dijumpai sekelompok masyarakat
yang tidak menentukan pilihannya alias Golongan Putih (golput) baik dalam
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun
Pemilihan Presiden (Pilpres). Ketika hal ini terjadi, justru bisa menjadi
kritik yang membangun bagi mereka, sehingga evaluasi mendalam dapat dilakukan
secara lebih arif dan bijaksana.
Istilah
“Golput” merupakan penyebutan yang ditujukan bagi orang-orang yang tidak mau
secara sengaja/tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Secara
historis, golput sesungguhnya telah menjadi bagian dari dinamika politik
semenjak Pemilu Nasional tahun 1955, dinamika saat itu kondisi politik yang
cenderung mengarah pada terjadinya saling intimidasi antara Kaum Unitaris dan
Kaum Federalis, telah menyeret masyarakat pada suasana yang serba dilematis,
sehingga lebih baik memilih golput dari pada harus menjadi korban intimidasi
dari lawan politik partai yang dipilih.
Pemilu
adalah hajatan besar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pesta rakyat
yang berlangsung lima tahun sekali ini merupakan harapan bagi seluruh rakyat.
Masa depan bangsa ini akan ditentukan dalam waktu dua hari. Pertama adalah
pemilihan legislatif yang akan duduk di gedung wakil rakyat. Selanjutnya
beberapa bulan kemudian akan diadakan pemilihan presiden. Rakyat sadar
sepenuhnya bahwa dalam dua hari itulah nanti nasib mereka akan ditentukan.
A.1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
relevansinya terhadap fenomena hak tidak memilih dalam pemilu yang terjadi saat
ini di Indonesia?
2. Adakah
undang-undang yang mengatur mengenai masyarakat yang memilih untuk golput?
3. Bagaimana
cara yang harus di lakukan agar saat pemilu rakyat tidak memilih golput?
A.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui relevansinya dengan fenomena golput yang terjadi di masyarakat.
2. Untuk
mengetahui undang-undang yang mengatur masyarakat yang golput.
3. Untuk
mengetahui cara apa saja yang harus dilakukan agar masyarakat tidak golput.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fenomena
golput ini terjadi bukan tanpa sebab, menurut Eep
Saifullah Fatah setidaknya ada 4 faktor mengapa fenomena golput terjadi di
berbagai pesta demokrasi lokal maupun nasional :
1. Golput Karena Faktor Teknis
Golongan
ini adalah mereka yang tidak terdaftar dalam DPS (Daftar Pemilih Sementara)
ataupun DPT ( Daftar Pemilih Tetap). Penyebabnya bisa dikarenakan kesalahan KPU
dalam pendataan, pemerintah setempat ataupun orang yang bersangkutan. Atau bisa
saja mereka sudah terdaftar, tetapi dalam hari H nya ada keperluan yang tidak
bisa ditinggalkan, sehingga mereka tidak bisa hadir di TPS (Tempat Pemungutan
Suara).
2.
Golput Karena Faktor Ekonomis
Orang-orang
yang melakukan golput karena alasan ini, biasanya mereka yang karena ma’isyah
(mata pencaharian), mereka tidak bisa meninggalkan aktivitasnya untuk mencari
nafkah bagi keluarganya sehari-hari. Golongan ini didominasi oleh para pedagang
kecil, karyawan dengan upah harian dan pekerja
serabutan lainnya.
3.
Golput Karena Faktor Politis
Yakni
mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak
percaya bahwa pilkada, Pileg maupun Pilpres akan membawa perubahan dan
perbaikan untuk masa depan mereka yang lebih baik. Masyarakat bisa menjadi
jengah, bosan dan apatis terhadap pesta demokrasi yang dianggap hanya
menguntungkan pejabat dan elite politik semata.
4.
Golput Karena Faktor Ideologis
Suara
ini dikumandangkan oleh sebagian umat Islam dengan alasan yang hampir sama
dengan alasan orang-orang apatis, golongan ini sudah tidak mempercayai sistem
dan penguasa yang ada. Karena meyakini ada sistem yang lebih baik lagi daripada
sistem demokrasi yang berlaku, yakni sistem Islam.
2.
Undang-undang yang mengenai golput
Setiap
pesta demokrasi digelar, selalu saja ada orang yang tak ikut memilih atau
memberikan suara. Faktor penyebabnya bisa beragam. Pada pemilu April 2014 mendatang,
potensi warga yang tak menggunakan hak pilih tetap ada. Bisa juga jumlahnya
meningkat. Mereka, yang biasa disebut golput (golongan putih), selalu ada di
setiap pemilu di negara manapun.
Golput
pada dasarnya adalah bentuk lain dari abstain. Abstain adalah mekanisme yang
disediakan dalam setiap instrumen pengambilan keputusan dalam demokrasi. Dengan
logika berpikir demikian, maka golput tak bisa dipidana.
Tetapi
Pasal 308 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
memuat ruang bagi penegak hukum untuk menjerat siapapun yang memaksa orang lain
untuk golput. Pasal ini mengancam dengan pidana siapapun yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya
untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan
ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara.
Pandangan
yang menyebut tindakan mengajak golput bisa masuk perbuatan pidana kemungkinan
merujuk pasal ini. Koordinator Badan pekerja Kontras, Haris Azhar, mengecam
pandangan yang menyebut golput bisa dipidana. Memilih atau tidak memilih adalah
hak yang dijamin hukum. Dengan kata lain, golput juga dikenal di banyak negara.
“Abstain ataupun menentukan pilihan dari yang tersedia merupakan ekspresi
partisipasi dalam politik,” ujarnya.
Haris
menjelaskan Pasal 28 UUD RI 1945 dan pasal 23 UU HAM menjamin hak tersebut.
Dalam dokumen resmi PBB tentang hak dan partisipasi dalam politik menyebut
negara pihak, termasuk Indonesia, menjamin hak atas kebebasan berekspresi.
Jadi, kalau ada larangan untuk golput, Haris menyebut larangan itu
antidemokrasi dan anti rule of law. Pasal 308 UU Pemilu juga harus dibaca jelas
karena yang dilarang adalah tindakan pemaksaaan untuk memilih atau tidak.
“Pelarangan golput itu merupakan bagian pelanggaran hukum,” tuturnya.
Peneliti
Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsam), Wahyudi Jafar, juga
menilai aneh pandangan tentang kriminalisasi golput. Sebab, ada ‘hak politik
yang dilindungi, termasuk hak untuk tidak memilih’. Apalagi kalau masyarakat
sudah jenuh pada parpol. Ia menunjuk pasal 25 Konvensi Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Ia juga tak sepakat UU ITE bisa digunakan kepada
orang yang mengajak golput melalui media sosial seperti facebook atau twitter.
“Itu kan tidak masuk konten yang dilarang dalam UU ITE,” ujarnya kepada
hukumonline.
Direktur
Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, juga punya pandangan senada. Ia
mengecam pejabat intelijen, pemerintah, atau Bawaslu yang cenderung menyalahkan
orang yang golput. Menurut dia, pasal 308 UU pemilu tak hanya menyasar
pemaksaan untuk memilih atau tidak memilih. Penyelenggara pemilu yang dengan
sengaja membuat warga negara tidak memilih pun bisa dipidana. Karena itu ia
meminta pernyataan tentang golput bisa dipidana ditarik kembali. “Kami minta
mereka mengkoreksi pernyataan mereka. Pernyataan itu melanggar Undang-Undang,”
katanya.
3. Cara yang harus dilakukan agar masyarakat
tidak golput
Menjelang
Pemilu tahun 2014, kekhawatiran banyak pihak atas kemungkinan makin banyaknya
golput alias mereka yang tidak memilih. Kekhawatiran ini cukup beralasan
mengingat kecenderungan menurunnya kewibawaan dan suri teladan yang baik di
kalangan oknum anggota legislatif/pejabat/parpol ataupun publik figur umumnya.
Untuk
itulah beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh para pemimpin bangsa dan
instansi terkait untuk mencegah kemungkinan meningkatnya golput adalah:
1.
Membenahi kinerja dan sistem pemerintahan dan partai.
2.
Mewujudkan kondisi pemerintahan dan partai yang bersih, jujur, memihak rakyat
dan keteladanan yang baik.
3.
Menunjuk Calon Legislatif atau Calon pemimpin yang cakap, bersih, jujur,
memihak rakyat dan keteladanan yang baik.
4.
Sosialisasi dan peningkatan kesadaran memilih dan Pemilu oleh berbagai pihak
seperti KPU, Pemerintah, Media Massa, Partai dan Publik Figur
Dengan
langkah-langkah di atas, diharapkan golput berkurang dan Pemilu 2014 berjalan
lancar.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis
dan penjelasan dapat di tarik kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan pihak KPU
dalam mengatasi tingkat golput serta meningkatkan partisipasi masyarakat dirasa
masih kurang terutama di masyarakat, meski begitu masyarakat sendiri sudah
mengapresiasi kinerja KPU selama ini dengan baik nya pelaksanaan pemilu-pemilu yang
sudah dilaksanakan KPU sendiri.
Meskipun
demikian, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, harus nya kita bisa
gunakan pilihan kita pada saat pemilu, karena suara kita dapat merubah masa
depan negara kita menjadi lebih baik insyaallah. Dan bisa saja suara masyarakat
yang golput di gunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab hanya demi
mendapatkan keuntungan pribadi dan parpol yang di usung nya.
Kita
sebagai warga negara juga sudah seharusnya cerdas dalam memilih pada saat
pemilu berlangsung. Jangan sampai kita memilih para caleg dan capres yang
banyak mengumbar janji tanpa bukti nyata, yang korupsi demi mendapatkan
keuntungan pribadi dan ganti rugi pada saat kampanye, yang tidak memihak kepada
rakyatnya dan tidak mendengarkan suara rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Eep Saifullah Fatah, “4
Faktor Mengapa Masyarakat Golput,” Koran sindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar