Selasa, 20 Mei 2014

Dampak Globalisasi terhadap Identitas Nasional

Febriani  Ega  P.
12212856
2 EA 24

      Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat, terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.

      Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja yang berdandan seperti selebritis yang cenderung dengan berdandan budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Tak ketinggalan gaya rambut yang dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.

      Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kerugian akan didapat. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

      Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka.

      Di bidang ekonomi, telah berkembang nilai-nilai konsumerisme sehingga para konsumen lebih memilih untuk berbelanja di swalayan daripada di pasar lokal atau tradisional. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsumen di pasar lokal itu sendiri. Di samping itu, sebagian besar masyarakat di berbagai lapisan kalangan masyarakat merasa lebih bangga jika mereka mampu membeli barang-barang impor yang merupakan produk buatan asing, lebih dari produk buatan bangsanya sendiri. Bahkan jika ditanya mengenai contoh produk-produk lokal (Indonesia) itu apa saja, kebanyakan dari mereka hanya bisa menjawab sedikit dari ratusan yang seharusnya ada. Sebaliknya,ketika mereka ditanyakan mengenai produk-produk asing mereka akan dengan cekatan menyebutkannya satu per satu. Suatu pertanyaan yang kemudian muncul di benak saya, apakah mereka tahu dampaknya bagi negara dan bagi mereka, apa yang akan terjadi jika suatu saat produk-produk asing tersebut telah berkuasa sepenuhnya di pasar Indonesia dan berhasil menyingkirkan produk-produk lokal?

      Globalisasi sendiri merupakan fakta yang tidak bisa terbendung dan ini bukan gejala baru. Fenomena ini memang semakin terasa beberapa dekade terakhir berkat semakin majunya teknologi transportasi dan komunikasi. Namun sebenarnya telah mulai terbentuk ratusan tahun silam, ketika masa penjelajahan seberang lautan yang didorong motif-motif ekonomi, politik dan militer dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa. Argumen-argumen pro dan kontra globalisasi telah habis dikupas namun yang pasti ancaman globalisasi terhadap kepentingan nasional memang begitu menakutkan hingga beberapa negara saat ini, seperti Korea Utara dan Kuba, secara efektif mengisolasi diri. Bahkan di negara-negara industri maju pun, banyak segmen masyarakat yang khawatir terhadap ancaman globalisasi perekonomian terhadap kepentingan mereka. Di Amerika Serikat, lobi industri pertanian sangat kuat untuk melakukan proteksi, mungkin belajar dari pengalaman penduduk asli, kaum Indian, yang punah menjadi korban pertama dari gelombang globalisasi.

     Globalisasi merupakan serangkaian proses yang kompleks, bukan proses tunggal dan semua ini berlangsung dalam wujud yang kontradiktif atau bertentangan satu sama lain. Kebanyakan orang memandang globalisasi hanya sebagai pengaruh ”yang bergerak meninggalkan” bangsa dan komunitas lokal memasuki arena global, dan inilah salah satu konsekuensinya. Bangsa-bangsa memang kehilangan sebagaian kekuataan ekonominya, namun demikian globalisasi juga mempunyai dampak yang sebaliknya. Globalisasi tidak hanya menarik ke atas, melainkan juga mendorong ke bawah, menciptakan tekanan-tekanan baru bagi otonomi lokal.

      Dalam era globalisasi yang terjadi seperti saat ini, informasi segala peristiwa yang terjadi di belahan bumi lain dapat diketahui dengan cepat sejak kejadian itu terjadi, melalui internet, televisi (siaran berita internasional dengan antena parabola), dan dengan teknologi yang lain. Globalisasi mempunyai dampak positif dan negatif bagi suatu kehidupan bangsa (Negara), begitu juga dengan Indonesia. Dampak itu bisa dirasakan dari berbagai aspek, baik itu positif maupun negatif.

Pengaruh Globalisasi terhadap Identitas bangsa Indonesia
      Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain akan mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat di Indonesia. Pengaruh itu dapat dilihat sebagai berikut :
Pengaruh Positif dari Globalisasi terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara :
1.      Globalisasi di bidang politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan dijalankan secara akuntabel, transparan dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa menjadikan rasa bangga terhadap Negara Indonesia menjadi meningkat.
2.      Globalisasi dalam bidang ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.      Globalisasi dalam bidang sosial budaya, dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal bangga kita terhadap bangsa.
4.      Globalisasi dalam dunia pendidikan, memberikan informasi tentang ilmu pengetahuan dari belahan bumi yang lain melalui internet maupun discovery televisi, sehingga pendidikan akan menjadi maju dan mampu bersaing dengan negara maju lainnya, karena ilmu/pengetahuan yang diperoleh hampir sama.

Pengaruh Negatif dari Globalisasi terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara :
1.      Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
2.      Globalisasi di bidang ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk-produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) menjamur di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.      Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat seperti seks bebas dikalangan remaja , yang saat ini dianggap bukan hal yang tabu lagi, perkembangan pornografi yang dengan kemajuan teknologi yang canggih banyak dikonsumsi oleh anak dibawah umur dengan bebas dan mudah mendapatkannya, tingkat peggunaan obat-obat terlarang yang sangat memprihatinkan dan bahkan negara Indonesia dijadikan objek pasar dari penjualan obat terlarang internasional.
4.      Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5.      Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antar perilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
6.      Perusahaan-perusahaan dalam negeri tidak mampu bersaing dengan perusahaan multinasional yang ada di negara kita, karena kualitas sumber daya manusia dan peralatannya lebih canggih dibandingkan perusahaan dalam negeri kita. Sehingga yang menguasai pasar lebih banyak produk dari perusahaan multinasional, yang dianggap produknya lebih berkualitas oleh masyarakat.
Suka atau tidak suka, globalisasi adalah fakta yang harus dihadapi. Belum pernah dalam sejarah terdapat suatu negara yang mampu secara konsisten menghadapi globalisasi dengan menutup diri. Isolasi hanya mengakibatkan terhambatnya pertukaran gagasan dan teknologi yang mengakibatkan kemunduran. Cina merupakan contoh paling klasik. Politik isolasi China dimulai ketika teknologi navigasi kelautan dipandang mulai memberikan ancaman sebagai sumber masuknya pengaruh asing. Namun pada akhir abad ke-19 China yang lemah dalam hal teknologi dan ekonomi tidak mampu menahan penggerogotan yang dilakukan kekuatan-kekuatan asing.

Referensi:


makalah-> WNI memilih GOLPUT pada pemilu

Pendidikan Kewarganegaraan #
Warga Negara Indonesia yang memilih Golput pada pemilu tahun ini

 

                        Nama       : Febriani Ega Puspitasari
                        NPM        : 12212856
                        Kelas        : 2 EA 24

Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
2014


KATA PENGANTAR
           
Segala puji dan syukur saya panjatkan panjatkan pada kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, dan juga kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Pendidikan Kewarganegaraan # dengan judul Warga Negara Indonesia yang memilih Golput pada pemilu tahun ini. Makalah ini dapat saya selesaikan berkat bantuan beberapa pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Pendidikan Kewarganegaraan #. Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diperlukan saran dan kritik yang sifat nya membangun demi perbaikan pembuatan makalah dikemudian hari. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca nya. Amin









                                                                                                            Bekasi,        Mei  2014


                                                                                                                     Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
       Dalam setiap perhelatan akbar Pemilihan Umum (Pemilu) di dunia manapun selalu saja akan dijumpai sekelompok masyarakat yang tidak menentukan pilihannya alias Golongan Putih (golput) baik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres). Ketika hal ini terjadi, justru bisa menjadi kritik yang membangun bagi mereka, sehingga evaluasi mendalam dapat dilakukan secara lebih arif dan bijaksana.
       Istilah “Golput” merupakan penyebutan yang ditujukan bagi orang-orang yang tidak mau secara sengaja/tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Secara historis, golput sesungguhnya telah menjadi bagian dari dinamika politik semenjak Pemilu Nasional tahun 1955, dinamika saat itu kondisi politik yang cenderung mengarah pada terjadinya saling intimidasi antara Kaum Unitaris dan Kaum Federalis, telah menyeret masyarakat pada suasana yang serba dilematis, sehingga lebih baik memilih golput dari pada harus menjadi korban intimidasi dari lawan politik partai yang dipilih.
Pemilu adalah hajatan besar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Pesta rakyat yang berlangsung lima tahun sekali ini merupakan harapan bagi seluruh rakyat. Masa depan bangsa ini akan ditentukan dalam waktu dua hari. Pertama adalah pemilihan legislatif yang akan duduk di gedung wakil rakyat. Selanjutnya beberapa bulan kemudian akan diadakan pemilihan presiden. Rakyat sadar sepenuhnya bahwa dalam dua hari itulah nanti nasib mereka akan ditentukan.



A.1.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana relevansinya terhadap fenomena hak tidak memilih dalam pemilu yang terjadi saat ini di Indonesia?
2.      Adakah undang-undang yang mengatur mengenai masyarakat yang memilih untuk golput?
3.      Bagaimana cara yang harus di lakukan agar saat pemilu rakyat tidak memilih golput?


A.2.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui relevansinya dengan fenomena golput yang terjadi di masyarakat.
2.      Untuk mengetahui undang-undang yang mengatur masyarakat yang golput.
3.      Untuk mengetahui cara apa saja yang harus dilakukan agar masyarakat tidak golput.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Fenomena golput ini terjadi bukan tanpa sebab, menurut Eep Saifullah Fatah setidaknya ada 4 faktor mengapa fenomena golput terjadi di berbagai pesta demokrasi lokal maupun nasional :
1. Golput Karena Faktor Teknis
Golongan ini adalah mereka yang tidak terdaftar dalam DPS (Daftar Pemilih Sementara) ataupun DPT ( Daftar Pemilih Tetap). Penyebabnya bisa dikarenakan kesalahan KPU dalam pendataan, pemerintah setempat ataupun orang yang bersangkutan. Atau bisa saja mereka sudah terdaftar, tetapi dalam hari H nya ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga mereka tidak bisa hadir di TPS (Tempat Pemungutan Suara).
2. Golput Karena Faktor Ekonomis
Orang-orang yang melakukan golput karena alasan ini, biasanya mereka yang karena ma’isyah (mata pencaharian), mereka tidak bisa meninggalkan aktivitasnya untuk mencari nafkah bagi keluarganya sehari-hari. Golongan ini didominasi oleh para pedagang kecil, karyawan dengan upah harian dan  pekerja serabutan lainnya.
3. Golput Karena Faktor Politis
Yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pilkada, Pileg maupun Pilpres akan membawa perubahan dan perbaikan untuk masa depan mereka yang lebih baik. Masyarakat bisa menjadi jengah, bosan dan apatis terhadap pesta demokrasi yang dianggap hanya menguntungkan pejabat dan elite politik semata.
4. Golput Karena Faktor Ideologis
Suara ini dikumandangkan oleh sebagian umat Islam dengan alasan yang hampir sama dengan alasan orang-orang apatis, golongan ini sudah tidak mempercayai sistem dan penguasa yang ada. Karena meyakini ada sistem yang lebih baik lagi daripada sistem demokrasi yang berlaku, yakni sistem Islam.

2. Undang-undang yang mengenai golput
Setiap pesta demokrasi digelar, selalu saja ada orang yang tak ikut memilih atau memberikan suara. Faktor penyebabnya bisa beragam. Pada pemilu April 2014 mendatang, potensi warga yang tak menggunakan hak pilih tetap ada. Bisa juga jumlahnya meningkat. Mereka, yang biasa disebut golput (golongan putih), selalu ada di setiap pemilu di negara manapun.
       Golput pada dasarnya adalah bentuk lain dari abstain. Abstain adalah mekanisme yang disediakan dalam setiap instrumen pengambilan keputusan dalam demokrasi. Dengan logika berpikir demikian, maka golput tak bisa dipidana.
       Tetapi Pasal 308 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD memuat ruang bagi penegak hukum untuk menjerat siapapun yang memaksa orang lain untuk golput. Pasal ini mengancam dengan pidana siapapun yang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara.
       Pandangan yang menyebut tindakan mengajak golput bisa masuk perbuatan pidana kemungkinan merujuk pasal ini. Koordinator Badan pekerja Kontras, Haris Azhar, mengecam pandangan yang menyebut golput bisa dipidana. Memilih atau tidak memilih adalah hak yang dijamin hukum. Dengan kata lain, golput juga dikenal di banyak negara. “Abstain ataupun menentukan pilihan dari yang tersedia merupakan ekspresi partisipasi dalam politik,” ujarnya.
       Haris menjelaskan Pasal 28 UUD RI 1945 dan pasal 23 UU HAM menjamin hak tersebut. Dalam dokumen resmi PBB tentang hak dan partisipasi dalam politik menyebut negara pihak, termasuk Indonesia, menjamin hak atas kebebasan berekspresi. Jadi, kalau ada larangan untuk golput, Haris menyebut larangan itu antidemokrasi dan anti rule of law. Pasal 308 UU Pemilu juga harus dibaca jelas karena yang dilarang adalah tindakan pemaksaaan untuk memilih atau tidak. “Pelarangan golput itu merupakan bagian pelanggaran hukum,” tuturnya.
       Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsam), Wahyudi Jafar, juga menilai aneh pandangan tentang kriminalisasi golput. Sebab, ada ‘hak politik yang dilindungi, termasuk hak untuk tidak memilih’. Apalagi kalau masyarakat sudah jenuh pada parpol. Ia menunjuk pasal 25 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Ia juga tak sepakat UU ITE bisa digunakan kepada orang yang mengajak golput melalui media sosial seperti facebook atau twitter. “Itu kan tidak masuk konten yang dilarang dalam UU ITE,” ujarnya kepada hukumonline. 
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, juga punya pandangan senada. Ia mengecam pejabat intelijen, pemerintah, atau Bawaslu yang cenderung menyalahkan orang yang golput. Menurut dia, pasal 308 UU pemilu tak hanya menyasar pemaksaan untuk memilih atau tidak memilih. Penyelenggara pemilu yang dengan sengaja membuat warga negara tidak memilih pun bisa dipidana. Karena itu ia meminta pernyataan tentang golput bisa dipidana ditarik kembali. “Kami minta mereka mengkoreksi pernyataan mereka. Pernyataan itu melanggar Undang-Undang,” katanya.

3.  Cara yang harus dilakukan agar masyarakat tidak golput
Menjelang Pemilu tahun 2014, kekhawatiran banyak pihak atas kemungkinan makin banyaknya golput alias mereka yang tidak memilih. Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat kecenderungan menurunnya kewibawaan dan suri teladan yang baik di kalangan oknum anggota legislatif/pejabat/parpol ataupun publik figur umumnya.
Untuk itulah beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh para pemimpin bangsa dan instansi terkait untuk mencegah kemungkinan meningkatnya golput adalah:
1. Membenahi kinerja dan sistem pemerintahan dan partai.
2. Mewujudkan kondisi pemerintahan dan partai yang bersih, jujur, memihak rakyat dan keteladanan yang baik.
3. Menunjuk Calon Legislatif atau Calon pemimpin yang cakap, bersih, jujur, memihak rakyat dan keteladanan yang baik.
4. Sosialisasi dan peningkatan kesadaran memilih dan Pemilu oleh berbagai pihak seperti KPU, Pemerintah, Media Massa, Partai dan Publik Figur
Dengan langkah-langkah di atas, diharapkan golput berkurang dan Pemilu 2014 berjalan lancar.




BAB III
PENUTUP

1.  Kesimpulan
      
       Berdasarkan analisis dan penjelasan dapat di tarik kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan pihak KPU dalam mengatasi tingkat golput serta meningkatkan partisipasi masyarakat dirasa masih kurang terutama di masyarakat, meski begitu masyarakat sendiri sudah mengapresiasi kinerja KPU selama ini dengan baik nya pelaksanaan pemilu-pemilu yang sudah dilaksanakan KPU sendiri.

       Meskipun demikian, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, harus nya kita bisa gunakan pilihan kita pada saat pemilu, karena suara kita dapat merubah masa depan negara kita menjadi lebih baik insyaallah. Dan bisa saja suara masyarakat yang golput di gunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab hanya demi mendapatkan keuntungan pribadi dan parpol yang di usung nya.
      
       Kita sebagai warga negara juga sudah seharusnya cerdas dalam memilih pada saat pemilu berlangsung. Jangan sampai kita memilih para caleg dan capres yang banyak mengumbar janji tanpa bukti nyata, yang korupsi demi mendapatkan keuntungan pribadi dan ganti rugi pada saat kampanye, yang tidak memihak kepada rakyatnya dan tidak mendengarkan suara rakyat.



DAFTAR PUSTAKA

Eep Saifullah Fatah, “4 Faktor Mengapa Masyarakat Golput,” Koran sindo.